Regalia News — Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memandang penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru.
Sebagai momentum penting untuk membenahi tata kelola penanganan perkara pidana agar lebih tertib, efisien, dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menegaskan, transisi menuju sistem hukum pidana nasional yang baru tidak cukup hanya melalui penyesuaian regulasi, melainkan membutuhkan kesamaan pemahaman sejak awal antara proses penyidikan dan penuntutan.
Hal tersebut penting agar penanganan perkara tidak terhambat akibat perbedaan penafsiran maupun kendala teknis pada tahap lanjutan.
Komitmen penguatan sinergi itu ditegaskan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) teknis antara Polri dan Kejaksaan Republik Indonesia di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (16/12/2025).
“Hari ini kita melaksanakan penandatanganan MoU yang dilanjutkan dengan PKS terkait sinergitas dan pemahaman dalam pelaksanaan KUHP dan KUHAP yang baru,” ujar Kapolri.
Menurut Kapolri, penyamaan persepsi antarlembaga penegak hukum menjadi krusial agar proses penanganan perkara tidak berjalan sendiri-sendiri.
Ia menekankan pentingnya semangat kerja kolektif sehingga seluruh aparat penegak hukum dapat “berjalan selaras, satu frekuensi, satu pikiran.”
Dengan keselarasan tersebut, penerapan pasal, kelengkapan administrasi perkara, hingga kualitas pembuktian sejak tahap penyidikan diharapkan semakin konsisten dan mampu meminimalkan hambatan teknis pada proses penuntutan.
Kapolri juga menegaskan bahwa penguatan sinergi Polri dan Kejaksaan bermuara pada tujuan utama penegakan hukum, yakni menghadirkan rasa keadilan yang dirasakan langsung oleh masyarakat. “Untuk betul-betul bisa memberikan rasa keadilan bagi masyarakat,” tegasnya.
Ia menambahkan, KUHP dan KUHAP yang baru mengakomodasi berbagai harapan publik, termasuk ruang penyelesaian perkara yang mempertimbangkan kearifan lokal serta situasi dan kondisi tertentu, tanpa mengurangi komitmen terhadap penegakan hukum yang tegas dan berkeadilan.
Agar implementasi tidak berhenti di tingkat pusat, Polri menekankan penguatan aspek teknis melalui sosialisasi dan diskusi panel yang melibatkan jajaran kewilayahan.
Mulai dari Kapolda hingga unsur reserse lintas fungsi. Kegiatan tersebut juga diikuti oleh Polres dan Polsek melalui sarana daring.
Pelibatan jajaran terdepan dinilai penting untuk mencegah terjadinya perbedaan praktik penanganan perkara antarwilayah saat KUHP–KUHAP baru mulai diterapkan di lapangan.
Sebagai dasar kerja sama, ruang lingkup MoU mencakup enam bidang strategis, yakni pertukaran data dan informasi, bantuan pengamanan, penegakan hukum, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan sarana dan prasarana, serta bentuk kerja sama lain yang disepakati bersama.
Dari perspektif kepolisian, kesepakatan ini menjadi instrumen penting untuk memperkuat koordinasi teknis, memperlancar alur penanganan perkara pidana, serta mempercepat terwujudnya kepastian hukum bagi masyarakat dalam era sistem hukum pidana nasional yang baru.
Sumber : Humas Polri

