Regalia News – Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengungkap kasus illegal access dan manipulasi sistem pada platform perdagangan aset kripto internasional Markets.com, milik Finalto International Limited yang berbasis di London, Inggris.
Pengungkapan ini dilakukan setelah perusahaan tersebut melaporkan adanya aktivitas mencurigakan yang menyebabkan kerugian miliaran rupiah.
Wadirtipidsiber Bareskrim Polri KBP Andri Sudarmadi, S.I.K., M.H., menjelaskan bahwa tingginya minat masyarakat terhadap aset kripto harus diikuti dengan peningkatan kewaspadaan.
OJK mencatat lebih dari 18 juta pengguna aset kripto dengan nilai transaksi mencapai Rp360 triliun per September 2025.
“Pesatnya pertumbuhan ini harus diimbangi dengan literasi keuangan yang baik agar masyarakat tidak terjebak dalam tindakan kriminal maupun skema investasi yang berisiko,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/11).
Modus: Memanfaatkan Celah Sistem untuk Mendapatkan Deposit USDT Ilegal
Dalam penyidikan, polisi menetapkan seorang WNI berinisial HS sebagai tersangka. Ia ditangkap pada 15 September 2025 di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
HS yang telah mengenal perdagangan aset kripto sejak 2017 diketahui memanfaatkan celah pada sistem input nominal di fitur transaksi jual-beli. Dengan memasukkan angka tertentu, sistem Markets.com memberikan deposit USDT secara otomatis ke dalam akunnya tanpa melalui proses transaksi resmi.
Untuk memperlancar aksinya, HS membuat empat akun fiktif menggunakan data KTP yang diperoleh dari internet.
Akibat manipulasi teknis ini, Finalto International Limited mengalami kerugian mencapai Rp6,67 miliar.
Barang Bukti yang Disita
Penyidik menyita sejumlah aset digital maupun fisik yang diduga merupakan hasil tindak kejahatan, antara lain:
- 1 unit laptop
- 1 unit telepon genggam
- 1 cold wallet berisi 266.801 USDT atau sekitar Rp4,45 miliar
- 1 kartu ATM prioritas
- 1 unit CPU
- 1 unit ruko di Kabupaten Bandung seluas 152 m²
AKBP Andri menegaskan bahwa kasus ini merupakan bentuk kejahatan siber lintas negara yang memerlukan digital forensics mendalam.
“Pelaku memanfaatkan celah teknis untuk mendapatkan keuntungan ilegal. Namun penyidik berhasil mengikuti aliran dana, memetakan transaksi, dan mengamankan aset hasil kejahatan,” jelasnya.
Jeratan Hukum
HS dijerat dengan pasal berlapis, meliputi:
- Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
- Undang-Undang Transfer Dana
- Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Tersangka terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar.
Penyidik masih mendalami kemungkinan adanya jaringan atau pihak lain yang terlibat dalam kejahatan siber lintas negara ini.
Sumber : Humas Polri
Eksplorasi konten lain dari https://regalianews.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

