Regalia News — Kepopuleran media sosial yang terus menggusur dominasi media tradisional melahirkan profesi baru yang kian diminati generasi muda: kreator konten.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria menegaskan, profesi ini bukan sekadar tren sesaat, tetapi menjadi bagian penting dari ekosistem ekonomi digital yang berkembang pesat.
Dalam gelaran Kompasianival 2025 di M Bloc Space, Jakarta Selatan, Sabtu (29/11/2025), Nezar mengungkapkan bahwa belanja iklan dari berbagai brand ternama telah beralih secara signifikan ke kreator konten.
“Kue iklan untuk kreator konten cukup besar, bersaing dengan media digital dan televisi,” ujarnya di hadapan ratusan peserta acara yang terdiri dari kreator muda, pegiat komunitas, hingga profesional media.
Menurut Nezar, perubahan perilaku konsumsi informasi publik—khususnya generasi Z dan milenial—mendongkrak nilai strategis kreator konten.
Mereka tidak hanya menjadi perpanjangan tangan promosi produk, tetapi juga aktor utama dalam pembentukan opini publik.
“Anda semua punya tanggung jawab yang cukup besar sebagai kreator konten. Jangan dianggap remeh konten-konten yang kita publish,” tegasnya.
Fenomena Homeless Media Mendominasi Ruang Digital
Nezar menyoroti perkembangan komunitas digital yang membentuk lanskap media baru. Salah satunya adalah fenomena homeless media, yakni entitas media yang tidak memiliki platform tradisional seperti website atau media cetak, tetapi hidup dan berkembang hanya melalui media sosial.
Kanal-kanal ini mengandalkan algoritma, interaksi audiens, dan kecepatan produksi konten untuk mempertahankan eksistensi.
“Homeless media followers-nya bisa sampai puluhan juta, mengalahkan yang sudah lama eksis, dan sekarang iklan-iklan larinya ke sana semua,” ungkapnya.
Menurutnya, brand besar cenderung mengejar jangkauan audiens secara langsung, sehingga memilih kreator yang mampu mengaktifkan komunitas pengikut dengan lebih efektif daripada media konvensional.
Tren ini tidak hanya memengaruhi alur distribusi informasi, tetapi juga struktur ekonomi media digital. Industri periklanan yang dahulu terpusat pada televisi, radio, dan portal berita kini bergerak dinamis mengikuti tren platform—dari Instagram, TikTok, YouTube, hingga podcast.
Konten Viral dan Dampak Sosial
Di balik peluang besar itu, Nezar mengingatkan bahwa kekuatan konten digital juga dapat menghasilkan dampak sosial yang tidak selalu positif.
Ia mencontohkan kasus viral sederhana seperti produk tumbler yang tertinggal, yang akhirnya menjadi pemberitaan media nasional karena penyebaran awalnya di media sosial.
“Kasus tumbler yang tertinggal bahkan sampai masuk berita televisi, itu bermula dari konten media sosial,” ucapnya.
Kecepatan viralitas membuat isu tanpa konteks dapat membesar dalam hitungan jam, memicu emosi publik, bahkan mempengaruhi keputusan politik atau penegakan hukum.
Karena itu, ia meminta para kreator untuk memikirkan nilai dan dampak sebelum menayangkan konten. Menurutnya, keberlanjutan profesi kreator tidak ditentukan oleh jumlah tayangan semata, tetapi oleh kebermanfaatan yang dirasakan publik.
Mendorong Aktivisme Digital Bernilai
Nezar mengajak kreator konten untuk terus menyuarakan kebenaran, membangun narasi edukatif, dan mendorong nilai sosial positif di era digital.
“Views bisa hilang, namun value akan selalu diingat. Terus suarakan yang benar, ciptakan yang bermanfaat, dan jadikan digital sebagai jalan kontribusi,” pungkasnya.
Ia menilai, konten-konten kreatif yang berlandaskan integritas dan kejujuran akan menciptakan dampak jangka panjang, tidak hanya bagi pengikut tetapi juga bagi reputasi kreator itu sendiri.
Apalagi, ruang digital semakin padat dengan informasi yang bersaing untuk perhatian pengguna, sehingga kualitas dan tanggung jawab menjadi pembeda utama.
Kompasianival 2025 menjadi salah satu barometer perkembangan tren konten digital Indonesia. Agenda ini mempertemukan kreator lintas platform, komunitas digital, pengiklan, serta lembaga pemerintah untuk membahas praktik terbaik dan etika berkonten.
Di tengah perubahan lanskap media, pesan Nezar menjadi pengingat bahwa kreativitas harus berjalan beriringan dengan tanggung jawab sosial.
Sumber : Biro Humas Kementerian Komdigi

