Regalia News — Indonesia mengalami penurunan peringkat dalam International Property Rights Index (IPRI) 2025 yang dirilis Property Rights Alliance (PRA).
Dalam laporan tahunan tersebut, Indonesia turun 10 peringkat secara global, dari posisi ke-62 pada 2024 menjadi ke-72 pada 2025, dengan skor melemah dari 5,00 menjadi 4,68.
IPRI 2025 membandingkan kekuatan perlindungan hak kepemilikan di 126 negara, mencakup hak kepemilikan fisik, kekayaan intelektual, serta iklim hukum dan politik yang melingkupinya.
Laporan ini mencakup 93,23 persen populasi dunia dan 97,54 persen PDB global, dengan skor rata-rata global sebesar 5,13—menurun dari tahun sebelumnya.
Secara regional, Indonesia tetap berada di posisi ke-11 di kawasan Asia dan Oceania. Penurunan skor komposit mencerminkan tersendatnya reformasi institusional dan melemahnya perlindungan terhadap hak kepemilikan fisik.JAKARTA, Selasa, 21 Oktober 2025
Dari tiga pilar utama IPRI, penurunan paling tajam terjadi pada hak kepemilikan fisik, dengan skor merosot dari 5,63 menjadi 4,66. Peringkat global Indonesia dalam pilar ini jatuh dari 43 ke 66, seiring menurunnya persepsi perlindungan aset dan akses terhadap pembiayaan.
Pilar iklim hukum dan politik naik tipis dari 4,40 ke 4,41, namun peringkatnya turun dari posisi 67 ke 70. Hal ini menandakan masih lemahnya independensi peradilan dan pengendalian korupsi.
Meskipun terdapat sedikit perbaikan dalam stabilitas politik dan supremasi hukum.
Sementara hak kekayaan intelektual relatif stabil, dengan skor 4,96 dan peringkat naik ke posisi 71.
Country Manager Center for Market Education (CME) untuk Indonesia, Alfian Banjaransari, menyebut penurunan ini sebagai alarm serius.
“Independensi peradilan yang lemah dan perlindungan hak milik yang rapuh meningkatkan biaya modal dan mendorong investor mencari alternatif di negara lain,” ujarnya.
Chief Economist CME, Alvin Desfiandi, menambahkan bahwa penguatan kepastian hukum dan perlindungan kekayaan intelektual sangat penting, terutama menjelang implementasi Indonesia–EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).
Direktur Eksekutif PRA, Lorenzo Montanari, menegaskan bahwa perlindungan hak kepemilikan merupakan fondasi pertumbuhan ekonomi dan inovasi. “Kerangka hukum yang kuat melindungi aset investor dan mendorong riset serta pengembangan,” katanya.
Sumber : CME