Regalia News – Kemandirian Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan amanat konstitusi hasil reformasi yang tidak boleh diganggu gugat. Hal itu ditegaskan oleh Dosen Program Studi Magister Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Dr. Alpi Sahari, SH, M.Hum, saat dimintai pandangan terkait wacana pengintegrasian Polri ke dalam institusi lain.
Menurutnya, perubahan UUD 1945 pascareformasi membawa dampak besar terhadap sistem ketatanegaraan, salah satunya penegasan posisi Polri sebagai institusi mandiri.
“Polri tidak hanya bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, tetapi juga menjaga keamanan dalam negeri. Kemandirian Polri adalah pilar konstitusi sekaligus fondasi reformasi,” ujar Dr. Alpi, Sabtu (21/9).
Ia menilai wacana mengembalikan Polri di bawah TNI atau Kementerian Dalam Negeri bertentangan dengan konstitusi serta semangat reformasi. Sebagai institusi independen, Polri harus bekerja secara profesional tanpa intervensi politik.
“Mengubah kemandirian Polri sama artinya dengan mengubah konstitusi, dan itu berpotensi melanggar UUD 1945,” tegasnya.
Dr. Alpi menambahkan, amanat UUD 1945 serta Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 dan No. VII/MPR/2000 telah menegaskan tugas pokok Polri, yakni memelihara kamtibmas, menegakkan hukum, serta melindungi dan melayani masyarakat.
Polri juga memiliki dasar hukum kuat untuk menindak serangan terhadap institusinya. “Penyebaran kebencian kepada Polri dapat dikategorikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 207 KUHP, diperkuat Putusan MK Nomor 013-022/PUU-IV/2006,” jelasnya.
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya peningkatan profesionalisme dan akuntabilitas Polri di tengah tantangan kompleks. Keberhasilan menjaga keamanan nasional sangat menentukan stabilitas negara dan kepercayaan publik.
“Kemandirian Polri adalah instrumen konstitusional yang wajib dijaga. Dengan sinergi, profesionalisme, dan akuntabilitas, Polri diharapkan mampu mewujudkan masyarakat yang aman, adil, dan sejahtera,” pungkasnya.
Sumber : Humas Polri