Regalia News – Ruang Sidang Kabinet di Istana Kepresidenan Jakarta sore itu terasa berbeda. Untuk pertama kalinya, tiga pejabat tinggi negara—Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi. Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.
Muncul bersamaan dalam sebuah konferensi pers yang berfokus pada satu isu sensitif: rehabilitasi hukum terhadap mantan Direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
Langkah ini mengakhiri polemik yang mencuat sejak Juli 2024, ketika proses hukum terhadap sejumlah pejabat ASDP memasuki ranah penyelidikan dan berujung pada perkara No. 68/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst. pada Selasa, 25 November 2025
Nama Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Muhammad Adhi Caksono menjadi sorotan publik selama lebih dari satu tahun.
Aspirasi Publik Menjadi Titik Balik
Di hadapan awak media, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan bahwa gelombang keluhan dan aspirasi dari masyarakat menjadi pemantik utama.
Komisi Hukum DPR kemudian melakukan kajian mendalam, bukan hanya soal aspek yuridis perkara, tapi juga kemungkinan ketidaktepatan dalam proses penegakan hukum.
“Hasil kajian hukum itu kemudian kami sampaikan kepada pihak pemerintah,” ujar Sufmi Dasco. Dari sinilah komunikasi intensif antara DPR dan eksekutif dimulai, hingga tiba pada keputusan yang mengejutkan: Presiden Prabowo Subianto menandatangani surat rehabilitasi untuk ketiga nama tersebut.
Kronologi Kajian di Lingkar Pemerintahan
Mensesneg Prasetyo Hadi menuturkan bahwa pemerintah menerima banyak permohonan masyarakat terkait kasus serupa, dan semuanya melalui telaah lintas kementerian, termasuk konsultasi dengan pakar hukum.
“Kasus-kasus itu banyak sekali jumlahnya… dilakukan kajian dari berbagai sisi,” ungkap Prasetyo. Permohonan rehabilitasi dari DPR lalu masuk ke Kementerian Hukum, yang kemudian mengajukan rekomendasi resmi kepada Presiden.
Pada Selasa sore, keputusan final ditegaskan: Presiden menyetujui dan menandatangani rehabilitasi. Tiga pejabat negara diminta hadir untuk menyampaikan isu sensitif itu secara terbuka kepada publik.
“Selanjutnya, semua proses akan mengikuti ketentuan hukum yang berlaku,” tegas Prasetyo, menutup pernyataannya.
Makna Politik dan Hukum di Balik Rehabilitasi
Pemerintah menyebut langkah ini sebagai wujud komitmen Presiden Prabowo terhadap keadilan substantif—keadilan yang tidak hanya mengandalkan proses formal, tetapi juga keberanian untuk mengoreksi ketika fakta menunjukkan adanya ketidaktepatan.
Narasi ini menandai dua hal penting:
- Negara merespons aspirasi publik, bukan sekadar mengikuti jalur prosedural biasa.
- Pemulihan nama baik bukan pengecualian, tetapi instrumen korektif ketika sistem hukum dinilai berpotensi mencederai kepastian.
Bagi pemerintah, rehabilitasi terhadap Direksi ASDP bukan sekadar keputusan administratif. Ia menjadi preseden, sekaligus pesan politik: negara tidak akan membiarkan reputasi seseorang tercemar tanpa dasar fakta yang kuat.
Sumber : Setkab RI