Regalia News – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) kembali mengungkap potensi pelanggaran ekspor yang memanfaatkan celah klasifikasi barang (HS misclassification).
Temuan terbaru mencakup 87 kontainer milik PT MMS yang diberitahukan sebagai fatty matter, namun hasil uji laboratorium memastikan adanya kandungan produk turunan CPO yang semestinya dikenakan bea keluar.
Penegahan dilakukan melalui serangkaian pemeriksaan pada 20–25 Oktober 2025. Tim DJBC melakukan pemeriksaan fisik, pengambilan sampel, dan uji laboratorium bersama Institut Pertanian Bogor (IPB).
Dari total 1.802 ton barang yang bernilai Rp28,7 miliar, seluruhnya dinilai tidak sesuai dengan pemberitahuan ekspor perusahaan.
Bea Cukai menjelaskan bahwa fatty matter termasuk barang yang bebas lartas dan tidak memiliki bea keluar. Namun, komoditas turunan CPO memiliki ketentuan teknis spesifik dan wajib dikenakan pungutan.
Perbedaan ini menjadi celah yang kerap dimanfaatkan eksportir untuk menghindari tarif bea keluar, kewajiban DMO, dan ketentuan lartas.
Selain kasus ini, DJBC juga sedang meneliti 200 kontainer dengan komoditas serupa di Tanjung Priok senilai Rp63,5 miliar serta 50 kontainer di Pelabuhan Belawan dengan nilai Rp14,1 miliar. Seluruhnya berpotensi mengandung kesalahan pemberitahuan jenis barang.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama menegaskan bahwa penegahan ini merupakan bagian dari upaya memperkuat integritas ekspor sawit Indonesia.
“Hasil uji menunjukkan barang mengandung produk turunan CPO, sehingga berpotensi terkena bea keluar dan ketentuan ekspor,” ujarnya.
DJBC memastikan proses akan berlanjut pada penanganan perkara, penelitian mendalam, serta koordinasi dengan DJP dan Satgassus Polri untuk memastikan adanya unsur kesengajaan dalam salahklasifikasi barang.Jakarta, 06 November 2025
Kasus ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi eksportir agar mematuhi aturan klasifikasi dan teknis produk yang telah ditetapkan dalam regulasi terbaru.
Penulis : Abdullah
Sumber : Humas Bea Cukai