Regalia News – Pemerintah kembali menemukan adanya celah yang dimanfaatkan pelaku usaha untuk menghindari pungutan negara melalui praktik penyamaran komoditas ekspor.
Dalam operasi bersama Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara (OPN) Polri, terungkap dugaan penyelundupan produk turunan crude palm oil (CPO) dalam ekspor fatty matter oleh PT MMS.Jakarta, 06 November 2025
Pengungkapan kasus ini menambah daftar peringatan terhadap potensi kebocoran penerimaan negara dari sektor sawit, yang selama ini menjadi kontributor penting devisa Indonesia.
Pemerintah mendapati bahwa dari 87 kontainer dengan total nilai Rp28,7 miliar yang diberitahukan sebagai fatty matter—komoditas yang dibebaskan dari bea keluar dan tidak masuk kategori lartas—ternyata mengandung produk turunan CPO, sehingga semestinya dikenakan pungutan dan ketentuan ekspor khusus.
DJP dalam analisis awalnya menemukan indikasi under invoicing yang menyebabkan selisih nilai transaksi cukup besar antara harga yang dilaporkan dan nilai sebenarnya.
Selisih tersebut diperkirakan dapat memicu potensi kehilangan penerimaan negara hingga Rp140 miliar. “Ini baru satu kasus. Polanya menggambarkan potensi kebocoran yang sifatnya sistematis,” ujar pejabat DJP dalam keterangan resmi.
Selain kasus PT MMS, DJP mencatat fenomena serupa terjadi sepanjang 2025, di mana terdapat 25 Wajib Pajak yang melaporkan ekspor fatty matter dengan nilai mencapai Rp2,08 triliun. Seluruhnya kini berada dalam tahap pendalaman lebih jauh.
Kasus ini menjadi sorotan karena sektor sawit memiliki kontribusi ekonomi yang signifikan. Pada 2024, produksi minyak sawit Indonesia mencapai 52,76 juta ton, yang setara dengan 59,26% produksi global.
Pemerintah menerima pendapatan dari bea keluar CPO dan turunannya sebesar Rp4,65 triliun pada tahun yang sama, sementara nilai ekspor mencapai Rp84,7 triliun.
Potensi penerimaan ini hanya dapat dijaga jika tata kelola ekspor berlangsung transparan. Karena itu, pemerintah menilai pengungkapan modus ini sebagai langkah penting dalam menjaga stabilitas dan akurasi penerimaan negara.
“Kita bisa menyelamatkan potensi kerugian negara dari kebocoran-kebocoran akibat penghindaran pajak,” tegas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Dengan pengawasan berlapis dari DJBC, DJP, dan Satgassus Polri, pemerintah berharap sektor sawit dapat memberikan kontribusi optimal tanpa dikurangi praktik manipulasi nilai ataupun klasifikasi barang.
Penulis : Abdullah
Sumber : Humas Bea Cukai