Regalia News – Pemerintah memperketat tata kelola industri sawit nasional menyusul ditemukannya modus baru penyamaran produk turunan CPO melalui pemberitahuan fatty matter dan Palm Oil Mill Effluent (POME) dalam dokumen ekspor.
Temuan ini menjadi tantangan baru di tengah upaya pemerintah memperbaiki tata kelola sawit dari hulu hingga hilir melalui Satgas Penguatan Tata Kelola Komoditas Sawit (Satgas PKH).
Kasus terbaru melibatkan 87 kontainer milik PT MMS yang diberitahukan sebagai fatty matter. Namun hasil uji laboratorium memastikan adanya kandungan produk turunan CPO, yang semestinya tunduk pada bea keluar dan persyaratan ekspor ketat. Jakarta, 06 November 2025
Pemerintah menilai celah ini muncul akibat kompleksitas klasifikasi teknis sawit yang diatur dalam Permendag 26/2024 dan Permenperin 32/2024 yang mencakup 122 jenis produk turunan sawit.
Kompleksitas tersebut mencakup perbedaan kadar asam lemak, proses pemurnian, karakteristik kimia, hingga tingkat olahan.
Kondisi inilah yang sering dimanfaatkan oknum pelaku usaha untuk melaporkan komoditas ke jenis yang ber tarif rendah atau bebas bea keluar.
Selain PT MMS, DJP mencatat laporan ekspor fatty matter mencapai Rp2,08 triliun sepanjang 2025, sementara modus POME terjadi secara masif sejak 2021 dengan total nilai transaksi Rp45,9 triliun.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa pemerintah tidak akan berkompromi terhadap praktik manipulasi yang berpotensi merusak integritas tata kelola sawit. “Industri sawit harus berkeadilan dan akuntabel,” tegasnya.
Dengan peran Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, pemerintah menilai penertiban ekspor sawit bukan hanya penting untuk penerimaan negara, tetapi juga menjaga reputasi Indonesia di pasar global.
Langkah kolaboratif antara DJBC, DJP, Satgassus Polri, dan Satgas PKH menjadi penopang utama penguatan tata kelola sawit nasional.
Sumber : Humas Bea Cukai