Regalia News – Penyidik Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Bareskrim Polri menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat periode 2008–2018.
Keempat tersangka tersebut adalah Direktur Utama PLN periode 2008–2009 Fahmi Mochtar (FM), serta tiga pihak swasta berinisial Halim Kalla (HK), RR, dan HYL.
“Kami telah menetapkan empat tersangka, yakni FM selaku Direktur PLN saat itu, serta tiga pihak swasta,” ujar Kepala Kortas Tipidkor Polri, Irjen Pol. Cahyono Wibowo, di Mabes Polri, Senin (6/10).
Cahyono menjelaskan, kasus ini bermula dari pelaksanaan lelang ulang proyek PLTU 1 Kalimantan Barat berkapasitas 2×50 Megawatt oleh PT PLN.
Namun sebelum lelang digelar, diduga terjadi permufakatan antara PLN dan calon penyedia dari PT BRN untuk memenangkan perusahaan tersebut.
“Dari awal perencanaan sudah ada korespondensi yang menunjukkan adanya permufakatan dalam memenangkan pelaksanaan pekerjaan,” ungkapnya.
Panitia pengadaan PLN kemudian meloloskan KSO BRN–Alton–OJSEC, meski tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis.
Pada 2009, KSO BRN justru mengalihkan proyek kepada pihak ketiga dengan imbalan tertentu, bahkan sebelum kontrak resmi ditandatangani.
Proyek tersebut gagal diselesaikan, hanya mencapai 57% dan mendapat 10 kali perpanjangan kontrak hingga Desember 2018. Namun, hingga akhirnya mangkrak, progres pembangunan hanya mencapai 85,56%.
“Padahal KSO BRN telah menerima pembayaran sebesar Rp323 miliar untuk konstruksi sipil dan US$62,4 juta untuk pekerjaan mechanical-electrical,” jelas Cahyono.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20/2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.