Regalia News – Praktik rangkap jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) di jajaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali menjadi sorotan publik.
Sepanjang 2015 hingga 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima sedikitnya 17 pengaduan masyarakat terkait persoalan ini.
Menindaklanjuti hal tersebut, KPK menggelar Kick Off Meeting Penelitian Rangkap Jabatan Terhadap Integritas dan Tata Kelola Lembaga Publik di Indonesia di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (25/8).
Agenda ini menjadi langkah awal mitigasi risiko rangkap jabatan ASN yang juga merangkap komisaris di BUMN maupun anak perusahaannya.
Plt Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Aminudin, menegaskan rangkap jabatan yang tidak dikelola dengan baik berpotensi menimbulkan benturan kepentingan dan merusak integritas lembaga publik.
“Rata-rata tindak pidana korupsi berawal dari benturan kepentingan. Kajian ini penting untuk mencegah risiko tersebut,” ujarnya di hadapan lebih dari 50 peserta.
Kajian ini akan mengidentifikasi praktik rangkap jabatan, faktor penyebabnya—mulai dari kebijakan, keterbatasan SDM, hingga beban kerja dan kompensasi—serta efektivitas pengawasan. Hasil penelitian diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi perbaikan sistem, etika, dan profesionalitas lembaga publik.
Mitigasi Risiko Rangkap Jabatan
KPK sebelumnya mencatat, pada 2020 terdapat 397 komisaris BUMN dan 167 komisaris anak perusahaan yang terindikasi merangkap jabatan. Kondisi tersebut menimbulkan potensi konflik kepentingan, ketidakefektifan pengawasan, serta ketidaksesuaian kompetensi.
Plt Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementerian BUMN, Wahyu Setyawan, menilai pentingnya memasukkan perspektif korporasi dalam kajian. Menurutnya, praktik serupa juga umum terjadi di luar negeri.
“Sudut pandang benturan kepentingan dari sisi pemerintahan dan korporasi perlu dipertimbangkan agar kajian lebih komprehensif,” jelasnya.
Senada, Guru Besar FIA UI, Eko Prasojo, menilai rangkap jabatan perlu dimitigasi karena berpotensi memicu penyalahgunaan wewenang dan rangkap pendapatan.
“Isu rangkap pendapatan penting bagi masyarakat. Namun yang lebih krusial adalah ketika pejabat publik ditempatkan di posisi yang tidak sesuai bidangnya sehingga minim kompetensi,” tegasnya.
Kolaborasi Penelitian
Penelitian dilakukan KPK bersama Kementerian PANRB, Ombudsman RI, LAN, dan Kementerian BUMN. Kajian berlangsung Juni–Desember 2025 dan dilanjutkan 2026, dengan fokus di 10 lembaga publik melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Beberapa tujuan penelitian meliputi:
- Mengidentifikasi praktik rangkap jabatan di lembaga publik.
- Menganalisis faktor penyebab dan dampaknya terhadap tata kelola.
- Mengkaji keterkaitan rangkap jabatan dengan konflik kepentingan, maladministrasi, dan korupsi.
- Merumuskan mekanisme pencegahan dan penanganan rangkap jabatan.
Penelitian ini juga melibatkan pemangku kepentingan dari ASN, TNI, Polri, kementerian/lembaga, hingga pakar etika, integritas publik, antikorupsi, serta akademisi kebijakan publik.
Sumber ; KPK RI