Regalia News – Korupsi di sektor kesehatan bukan sekadar kejahatan finansial. Ia berwujud nyata sebagai ancaman keselamatan pasien—dari obat bermutu rendah, alat medis cepat rusak, hingga layanan publik yang menurun kualitasnya.
Menyadari risiko besar itu, KPK bersama Kemenkes menggelar bimbingan teknis antikorupsi bagi lebih dari 150 pelaku usaha farmasi dan alat kesehatan di Jakarta (17/9). Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo menegaskan, korupsi di sektor ini harus dicegah sejak hulu.
“Pelaku usaha harus berani menolak suap, gratifikasi, maupun konflik kepentingan,” tegasnya.
Industri farmasi dan alkes dinilai paling rentan dengan praktik penyuapan, manipulasi tender, hingga laporan fiktif. Peraturan Mahkamah Agung No. 13/2016 pun mengingatkan bahwa korporasi bisa dipidana jika membiarkan praktik tersebut.
“Kasus pembangunan RSUD Kolaka Timur yang ditangani KPK pada Agustus lalu menjadi contoh nyata”.ungkapnya.
Meski integritas Kemenkes meningkat, risiko korupsi belum hilang. Data KPK mencatat 113 laporan gratifikasi sepanjang semester I 2025, dengan nilai Rp77,1 juta.
Sementara kajian sebelumnya menemukan pemborosan alat kesehatan akibat spesifikasi tidak tepat, pemeliharaan buruk, hingga SDM yang minim.
Karena itu, KPK mendorong dunia usaha menerapkan empat prinsip No’s: No Bribery, No Kickback, No Gift, No Luxurious Hospitality. Komitmen ini diharapkan menciptakan ekosistem bisnis yang sehat dan transparan.
Wamenkes Dante Saksono Harbuwono menambahkan, pencegahan korupsi merupakan agenda moral. “Korupsi di sektor kesehatan adalah pengkhianatan terhadap hak dasar manusia,” ujarnya.
Melalui pakta integritas, unit pengendalian gratifikasi, hingga digitalisasi layanan, Kemenkes berkomitmen memperkuat pengawasan internal.
Di ujungnya, kolaborasi antara regulator, pelaku usaha, dan masyarakat diharapkan mampu menghadirkan layanan kesehatan yang bebas korupsi, sehingga keselamatan pasien dan mutu publik tetap terjamin.
Sumber : KPK RI