Regalia News – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya peran Satuan Pengawas Intern (SPI) dalam menjaga integritas dan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Rabu (3/9).
Pesan ini disampaikan Plt. Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Aminudin, dalam Seminar Nasional Forum Komunitas SPI (FKSPI) Jawa Barat dan Banten yang digelar 3–4 September di Bandung.
“Salah satu langkah penting adalah pencegahan melalui pendekatan berbasis risiko. SPI BUMN di Jawa Barat dan Banten memiliki peran krusial memastikan manajemen efisien dan bersih,” ujar Amin, Rabu (3/9).
Business Judgement Rule Bukan Celah Korupsi
Amin menjelaskan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN menjadi dasar penerapan business judgement rule (BJR), yakni prinsip perlindungan hukum bagi direksi atas keputusan bisnis yang diambil dengan itikad baik, penuh kehati-hatian, dan sesuai kewenangan.
Namun, ia menegaskan perlindungan itu bukan celah impunitas. Direksi yang lalai atau menyalahgunakan kewenangan tetap bertanggung jawab. Untuk memperkuat pengawasan, KPK mendorong penerapan Panduan Cegah Korupsi (PANCEK) serta prinsip BJR seperti good faith, fiduciary duty, informed basis, duty of care, dan menghindari konflik kepentingan.
“Keputusan direksi harus hati-hati agar terhindar dari unsur mens rea yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan,” tambah Kepala Satgas II Direktorat Antikorupsi Badan Usaha KPK, Roro Wide Sulistyowati.
Regulasi dan Titik Rawan
KPK menegaskan kerugian BUMN adalah kerugian negara sehingga bisa dipidana jika timbul akibat penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran BJR. Hal ini ditegaskan dalam UU KPK dan diperkuat Putusan MK Nomor 62/PUU-XVII/2019.
Melalui Corruption Risk Assessment (CRA) atas UU No. 1/2025 tentang BUMN, KPK menemukan sejumlah titik rawan, antara lain:
- pembagian tugas Menteri BUMN dan Badan Pelaksana belum jelas,
- kewenangan pemeriksaan menteri belum punya dasar hukum kuat,
- persetujuan presiden atas pinjaman dan agunan aset rawan diskresi,
- potensi konflik kepentingan dalam jabatan Dewan Pengawas,
- belum ada prosedur pembelaan diri bagi direksi/komisaris,
- sumber modal tambahan dari luar belum transparan,
- definisi penyelenggara negara belum selaras dengan UU 28/1999.
Dorong Tata Kelola Bersih
Ketua Umum FKSPI, Constantianus Christiadji, menegaskan direksi BUMN wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan analisis risiko komprehensif sebelum mengambil keputusan strategis.
“Direksi harus menyediakan dokumentasi yang jelas sebagai bukti keputusan diambil secara rasional dan terukur. Akuntabilitas bukan hanya hukum, tapi juga moral, demi menjaga kepercayaan publik,” katanya.
Seminar ini diikuti perwakilan BUMN strategis seperti Pertamina, Telkom Indonesia, BRI, Bio Farma, Mining Industry Indonesia, dan PTPN.
Melalui sinergi ini, KPK berharap tata kelola BUMN semakin profesional, transparan, dan berintegritas dalam mendukung iklim usaha yang sehat dan berkelanjutan.
Sumber : KPK RI